Minggu, 04 Mei 2014

Tiny Furniture

Lulus kuliah, kerjaan kurang memuaskan, kehidupan percintaan tidak sesuai harapan, selalu merasa terpojok di rumah. Kira-kira demikian gambaran besar Tiny Furniture, film (yang lagi-lagi) berbudget (lumayan) kecil yang celakanya berdampak cukup besar, setidaknya buat saya. Premis film ini sebenarnya sudah terlihat jelas dari poster film yang cukup artistik itu. Adalah Aura, seorang perempuan muda berjiwa 'unik' yang diperankan secara brilian oleh Lena Dunham. Lena juga duduk sebagai sutradara di film ini. Singkat cerita, Aura baru saja lulus kuliah dan pulang ke rumahnya dan bertemu dengan ibunya, Siri, serta adik peempuannya, Nadine. Siri adalah tipe wanita modern, sedikit artsy. Sementara Nadine adalah tipe perempuan 'smart' dengan segudang prestasi serta cukup populer di antara teman-temannya. Sedangkan Aura, well, Aura hanyalah Aura. Situasi seperti ini berpotensi memberikan sedikit tekanan pada kehidupan pribadi Aura. Pekerjaan Aura sebagai semacam resepsionis di sebuah cafe kecil juga ikut menambah 'beban' dalam kesehariannya. Ditambah lagi, kehidupan percintaan Aura juga tidak berjalan mulus. Ada dua laki-laki dalam kehidupan Aura. Jed, seorang pemuda 'eksentrik' yang berkenalan dengan Aura di sebuah pesta, dan Keith, seorang juru masak di tempat Aura bekerja. Hubungan Aura dengan keduanya tidak bisa dibilang sempurna. Belum lagi sahabat dekat Aura, Charlotte, yang sepertinya punya 'masalah' sendiri dengan kehidupannya (atau kehidupan yang tidak dimilikinya). Sepanjang film, Aura harus berhadapan dengan 'masalah-masalah' ini dan berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik bagi nusa dan bangsa. Kekuatan terbesar Tiny Furniture adalah dialog. Dialog di film ini sangatlah witty jika tidak mau disebut hipster. Beberapa dialog bahkan sangat hilarious dan berpotensi besar untuk menjadi quote hipster. Banyak sekali referensi-referensi yang digunakan di film ini yang saya tidak tahu apa itu masyaallah dan saya menjadi merasa bodoh karenanya. Tapi seru, karena dikemas secara keren dan saya jadi ikut merasa keren karenanya. Karakter-karakter di film inipun sangat menarik dan begitu lekat dengan kesan witty, smart, atau apapunlah. Bahkan Charlotte yang terkesan berkepala kosong pun seperti baru saja menyelesaikan essay mengenai post-modernisme setiap kali dia berbicara. Dari segi teknis Tiny Furniture juga cukup menarik. Ada beberapa adegan yang, well, artsy? Bermakna mendalam? Ya kira-kira demikian. Oh, ilustrasi musik! Bagus sekali. Sangat mendukung nyawa film secara keseluruhan. Apa lagi yang pantas mengiringi cerita bernuansa witty jika bukan nada-nada riang menjurus desperate dan naif ala New York's indies. Tema Tiny Furniture ini (mungkin) sebenarnya cukup 'berat' namun dikemas secara hura hura tanpa harus kehilangan esensinya. Jika kalian menyukai The Royal Tenenbaums, Juno, atau Lonesome Jim, Tiny Furniture ini saya sarankan untuk kalian. Kombinasi sempuna dari cinta, seks, keluarga, seni, impian, pencarian jati diri, dan makna kehidupan. Ya. Kalian bisa dan boleh muntah sekarang. Dapatkan filmnya di sini.     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar