Senin, 25 April 2016

Tales from the Golden Age


Rezim Nicolae Ceaușescu adalah rezim yang pernah berkuasa di Romania, yang kalau tidak salah, selama 24 tahun. Sebagaimana rezim-rezim lain yang ada di dunia, Nicolae Ceaușescu memerintah dengan tangan besi yang menciptakan momok tersendiri bagi rakyatnya.

Gaya kepemimpinan yang seperti ini biasanya memicu terciptanya berbagai mitos seputar figur sang pemimpin. Beberapa mitos mungkin sengaja diciptakan untuk memunculkan atau meningkatkan kadar (((ken666erian))) di tengah masyarakat atau untuk menciptakan kesan bahwa sang pemimpin adalah figur pemimpin ideal bagi rakyatnya. Mitos-mitos yang berfungsi sebagai alat propaganda. Sementara, beberapa mitos lain justru muncul di tengah masyarakat sebagai pengejawantahan dari rasa takut yang dialami oleh masyarakat itu sendiri.

Tapi tenang, saya tidak akan membahas mengenai Nicolae Ceaușescu dan rezimnya. Pada kesempatan kali ini, saya akan mencoba sedikit mengulas (dengan ringan, tentu saja) sebuah film berjudul Tales from the Golden Age, sebuah film omnibus atau antologi yang mengangkat mitos-mitos yang muncul dan berkembang sepanjang rezim Nicolae Ceaușescu.

Kita mulai dari judulnya. Frasa 'Golden Age' pada judul mengacu pada masa pemerintahan Nicolae Ceaușescu yang digadang-gadang sebagai era keemasan bagi rakyat Romania. Hal ini tentu saja tidak berlaku di lapangan. Nah, film ini mencoba untuk menyajikan dramatisasi dari mitos-mitos di "era keemasan" ini dengan pendekatan satir politik yang sangat efektif. Komedi yang ditampilkan di film ini tidak jauh berbeda dengan komedi di kebanyakan film Eropa (atau Romania, khususnya) lainnya yang menggunakan gaya dark comedy alias komedi suram.

Film omnibus ini dibagi mejadi dua bagian utama yang masing-masing adalah Tales of Authority dan Tales of Love. Bagian pertama terdiri dari empat segmen sementara bagian kedua terdiri dari dua segmen. Setiap segmen akan diakhiri dengan kalimat berbunyi "Kabarnya,..." untuk menegaskan bahwa apa yang baru saja disajikan hanyalah mitos belaka, tidak ada bedanya seperti mitos-mitos yang beredar saat "era keemasan". Mari kita lihat segmen-segmen tersebut satu-persatu.

The Legend of the Official Visit
Di segmen pertama, anda akan diajak mengunjungi sebuah desa kecil yang sedang mempersiapkan penyambutan untuk para petinggi serta delegasi yang akan lewat melintas di desa itu beberapa hari lagi. Proses persiapan berjalan cukup gempar. Masyarakat mengumpukkan hasil kebun di pinggir jalan untuk dipamerkan. Para pria mempersiapkan umbul-umbul dan spanduk berisi slogan-slogan patriotis. Jalan yang akan dilintasi para petinggi dibersihkan dan anak-anak diminta untuk berdiri di pinggir jalan sembari melambai-lambaikan bendera berukuran kecil. Sebelum hari-H, datanglah perwakilan pemerintah ke desa itu untuk melakukan inspeksi mengenai sejauh mana persiapan yang telah dilaksanakan. Malamnya, ada berita tak terduga yang membuat semua orang menjadi cukup kesal.

Segmen pertama ini menarik karena menggambarkan mengenai bagaimana rakyat kecil harus bersusah payah mempersiapkan segala tetek bengek demi menyambut kunjungan para pemimpin mereka. Tak jauh berbeda dengan keadaan di sini, bukan?

"Kami kerja sepanjang malam dan mereka bikin partai!"
The Legend of the Party Photographer
Salah satu pihak yang biasanya paling "direpotkan" oleh rezim pemerintahan adalah pers. Di segmen kedua ini ditampilkan repotnya seorang fotografer dan seorang editor yang bekerja di surat kabar ternama untuk mengedit foto Ceaușescu agar terlihat lebih tinggi. Tekanan semakin bertambah karena tenggat waktu yang semakin mendesak. Akhirnya foto berhasil diedit dan dikirimkan ke percetakan. Paginya, surat kabar beredar ke setiap penjuru negeri. Namun ternyata ada kesalahan kecil yang luput dari mata sang editor.

Segmen kedua mencoba menyoroti tekanan yang dialami oleh pihak pers pada masa rezim pemerintahan Ceaușescu. Ditampilkan dengan gaya komikal yang cukup menggelitik, tentu saja. Meski demikian, saya bisa mendapat gambaran tentang bagaimana mengerikannya memiliki profesi sebagai pers dalam suatu pemerintahan yang memimpin dengan gaya tangan besi. Sekali lagi, tak jauh berbeda dengan keadaan di sini saat rezim Suharto berkuasa.

The Legend of the Zealous Activist
Segmen ketiga mengangkat kisah tentang seorang aktivis yang ingin ikut berpartisipasi dan berkontribusi untuk kemajuan partai dengan cara mengikuti anjuran petinggi partai untuk mengentaskan buta huruf di pelosok negeri. Sang aktivis akhirnya memutuskan pergi ke satu desa kecil untuk mengajarkan baca tulis pada penduduk desa. Ternyata, niat baik dan patriotisme sang aktivis mendapat tanggapan yang cukup mengejutkan dari penduduk desa.

Segmen ini mengingatkan saya pada program Indonesia Mengajar (kalau tidak salah namanya itu seingat saya). Menarik karena (lagi-lagi) tema di segmen ini terasa cukup dekat dengan isu yang pernah berkembang (di sini) beberapa saat yang lalu.

Suatu pertanyaan.
The Legend of the Greedy Policeman
Beberapa hari menjelang hari raya, seorang polisi dijanjikan oleh saudaranya akan mendapatkan daging babi. Sang polisi tentu saja senang. Namun ternyata yang diberikan oleh saudaranya bukanlah daging babi melainkan seekor babi yang masih hidup. Tidak mau ketahuan oleh tetangganya, sang polisi akhirnya menggunakan metode yang lumayan nyentrik untuk menyembelih babi yang baru saja didapatnya.

Segmen keempat mungkin bertujuan untuk menggambarkan karakter penegak hukum di Romania atau mungkin juga ingin menyajikan gambaran mengenai kesenjangan sosial. Tapi bisa jadi segmen ini juga sebenanya hanya ingin menggambarkan keserakahan serta kebodohan manusia secara umum.

The Legend of the Air Sellers
Seorang siswi sedang butuh uang untuk mengikuti semacam study tour. Sayangnya, orang tuanya hanya memiliki uang pas-pasan sehingga si siswi terancam tidak bisa mengikuti study tour. Siswi itu kemudian berkenalan dengan seorang pemuda yang mengajarkannya cara mudah mendapatkan uang.

Segmen ini adalah segmen pertama dari bagian kedua, Tales of Love. Tidak seperti bagian pertama yang sangat kental unsur politisnya, bagian kedua ini lebih berfokus pada kisah-kisah bergaya slice of life (namun tetap disajikan dengan bumbu humor kelam) tentang pengaruh rezim Ceaușescu pada kehidupan masyarakat Romania sehari-hari. Segmen ini sendiri agak bernuansa sedikit romantis namun tetap mengangkat tema utama berupa kritik sosial, terutama mengenai tingkat kesejahteraan masyarakat Romania di bawah kepemimpinan Ceaușescu.

Bonnie and Clyde.
The Legend of the Chicken Driver
Segmen terakhir di film ini yang juga merupakan segmen kedua pada bagian Tales of Love. Segmen ini mengangkat cerita tentang seorang pria dengan kehidupan yang "lurus-lurus aja" yang bekerja sebagai supir truk pengangkut ayam. Hubungan pria ini dengan istrinya agak hambar dan kurang harmonis. Di sisi lain, pria ini mulai menyimpan rasa pada seorang wanita pemilik penginapan yang biasa digunakan para supir truk sebagai tempat singgah di tengah perjalanan. Satu kejadian kecil di penginapan itu tiba-tiba mengubah kisah hidup sang pria.

Segmen penutup ini menyoroti kehidupan rumah tangga dan segala problematikanya. Faktor ekonomi tetap digunakan sebagai latar belakang cerita. Tetap menggelikan dengan kadar kesuraman yang terjaga baik.


Demikianlah enam segmen yang bisa anda simak di Tales from the Golden Age. Salah satu hal yang saya rasa cukup menarik dari film ini adalah "keberanian" para sineas Romania untuk mengubah propaganda menjadi sesuatu yang layak tawa. Sejarah memang kelam. Namun kehidupan itu indah dan menyenangkan. Mungkin seperti itu.

p.s.: Mungkin sineas di sini tertarik untuk membuat versi yang lebih "masuk akal dan lucu" dari film Pengkhianatan G30S/PKI? Layak dipertimbangkan, lho...

Silakan dapatkan film Tales from the Golden Age di sini.


Sabtu, 23 April 2016

Virgin Mountain

Hai. Halo. Lama tak bersua di sini, ya. Hhe hhe. (Kayak ada yang nyariin aja~)

Ya seperti biasa, saya kurang pandai berbasa-basi membuka obrolan. Jadi, ya, kita langsung saja ke topik bahasan malam ini.
Beberapa saat yang lalu saya baru saja selesai menonton sebuah film berjudul Virgin Mountain, sebuah drama yang diluar dugaan ternyata sangat menguras perhatian serta emosi saya selama kurang lebih satu setengah jam. Berikut akan saya sampaikan sedikit kesan yang muncul setelah selesai menyakskan film ini.

Tokoh utama di film ini adalah seorang pria berusia 40-an tahun yang bernama Fusi. Fusi memiliki tubuh yang berukuran cukup besar. Gayanya agak sedikit canggung, cenderung pendiam, dan tidak terlalu suka berinteraksi dengan orang lain. Fusi jarang bicara dan bila bicara dia cenderung mengeluarkan kalimat-kalimat pendek dengan intonasi yang terkesan tidak terlalu antusias. Fusi juga memiliki kecenderungan untuk menghindari konflik. Jadi ketika dia diganggu oleh rekan kerjanya, Fusi lebih memilih pergi ketimbang meladeni gangguan itu. Fusi juga jarang sekali menunjukkan emosinya. Dia hampir tidak pernah terlihat tersenyum, apalagi sampai tertawa.
Rutinitas Fusi sehari-hari
Kehidupan Fusi hanya berisi rangkaian rutinitas yang itu-itu saja. Dia bekerja pada bagian bongkar muat di bandara. Setiap jumat malam dia akan makan malam sendirian di restoran langganannya dan selalu memesan menu yang sama. Setelah itu dia akan duduk di dalam mobilnya yang diparkir di tepi sungai, menelpon stasiun radio favoritnya, lalu meminta penyiar (yang sudah sangat hapal dengan suaranya) untuk memutarkan lagu metal kesukaannya. Waktu luangnya diisi dengan bermain model Perang Dunia II bersama teman satu-satunya, Mordur, atau bermain mobil remote control di halaman apartemen.

Fusi. Seorang pria berusia 40-an tahun yang masih perjaka dan tak kunjung menikah dan tetap tinggal serumah dengan ibunya.

Pacar ibunya sedang memberikan tips relationship pada Fusi
Kehidupan Fusi mulai sedikit berubah ketika dia bertemu dengan Hera, seorang anak perempuan yang tinggal di gedung apartemen yang sama dengannya. Keduanya mulai sering berinteraksi hingga akhirnya terjadi sesuatu yang berada di luar kendali Fusi.

Selain Hera, Fusi juga berkenalan dengan seorang wanita bernama Sjofn. Fusi mengenal Sjofn di tempat kursus dansa saat Sjofn meminta bantuannya untuk mengantarkanya pulang karena waktu itu cuaca sedang buruk. Sesampainya di rumah Sjofn, keduanya lalu berpisah dengan cara yang lumayan aneh.
Yha~
Fusi mulai merasa tertarik dengan Sjofn dan memutuskan untuk menjalin hubungan yang lebih intens dengan wanita itu. Sayangnya, ternyata jalan Fusi untuk memenangkan hati Sjofn tidak semulus yang dibayangkannya. Sjofn ternyata memiliki masalah yang menyebabkannya mengalami kesulitan untuk menjalani kehidupannya serta menjalin hubungan dengan orang lain. Masalah ini bahkan sampai menyebabkan Sjofn berhenti dari pekerjaannya. Untuk menyelamatkan pekerjaan Sjofn, Fusi menawarkan diri untuk menggantikan wanita itu bekerja sampai Sjofn pulih kembali.
Tanggapan manajer Sjofn terhadap masalah yang dialami oleh wanita itu
Bagaimana hubungan Fusi dan Sjofn selanjutnya? Apakah Fusi, seorang pria dengan kehidupan yang cukup desperate bisa membantu wanita depresif seperti Sjofn?

Sekilas, plot Virgin Mountain sedikit banyak mengingatkan saya pada Punch-Drunk Love, namun dengan kadar kesuraman yang sedikit lebih banyak. Film ini memang memiliki tema yang cukup kelam. Namun di balik itu, film ini sepertinya ingin mempertanyakan, apa itu bahagia? Apakah orang seperti Fusi yang kehidupannya dipenuhi dengan hal-hal monoton tidak bisa merasakan bahagia? Apakah kita bisa benar-benar merasa bahagia hanya dengan membuat orang lain bahagia? Lalu ketika yang kita dapatkan hanya kekecewaan demi kekecewaan, apakah kita masih punya kesempatan untuk membuat diri kita sendiri bahagia?

Kredit terbesar pantas diberikan pada Gunnar Jonsson, aktor yang menghidupkan karakter Fusi. Ekspresi wajah serta intonasi suaranya benar-benar bisa menciptakan kesan yang mendalam. Di satu titik, saya merasa kasihan pada Fusi. Di titik lain saya merasa sedikit sebal. Ah, bodoh sekali pria ini, begitu gerutu saya. Namun kemudian saya terdiam pada beberapa bagian. Pria ini hanya ingin bahagia. Mungkin dia pantas dikasihani. Mungkin apa yang dilakukannya bodoh. Tapi setidaknya dia memperjuangkan sesuatu. Pada bagian akhir ada sedikit kejutan kecil dari Fusi. Hanya sekilas. Tapi berhasil menjadi penutup yang sangat baik.

Plot dan dialog ditampilkan secara natural. Pada beberapa bagian anda bisa menemukan dry humor khas film-film Eropa.

(((Kurt Cowbrain)))
Seperti juga di film lainnya, The Good Heart, sutradara Dagur Kari sangat berhasil mengolah interaksi manusia di Virgin Mountain. Konflik-konflik sederhana yang mungkin sudah biasa kita jumpai di film-film maupun di dunia nyata bisa ditampilkan sebagai suatu sajian istimewa yang mungkin agak sulit untuk dilupakan.

Silakan dapatkan filmnya di sini.