Sabtu, 14 Juni 2014

Polisse

Kasus kriminal atau kejahatan pada anak-anak di bawah umur. Kalimat ini saya rasa sudah cukup menjadi alasan kuat untuk menonton Polisse, sebuah film yang mengangkat tentang sepak terjang sebuah divisi khusus di kepolisian yang mengurusi semua kasus yang berhubungan dengan anak-anak di bawah umur mulai dari tindak kekerasan terhadap anak-anak di bawah umur hingga eksploitasi seksual yang melibatkan anak-anak di bawah umur atau remaja. Divisi ini terdiri dari beberapa orang polisi dengan karakter berbeda-beda. Beberapa orang dari mereka adalah wanita. Lalu ada juga seorang jurnalis wanita yang ditugaskan oleh pemerintah untuk meliput serta mendokumentasikan kerja divisi ini. Bayangkan [REC], lalu ganti petugas pemadam kebakaran dengan personil divisi ini dan ganti 'zombie' dengan pelaku kejahatan, ganti juga adegan sadis menegangkan berlumuran darah dengan dialog-dialog yang mencengangkan, memerihkan hati dan perasaan. Kalian akan mendapatkan Polisse, film drama dengan alur serta intensitas cerita yang sungguh kuat.
Cerita dibuka dengan adegan interogasi. Seorang polisi wanita berusaha menggali keterangan dari seorang anak perempuan yang diduga mengalami tindak pelecehan seksual yang dilakukan oleh orang tuanya. Adegan awal ini saja sudah mampu menciptakan sayatan di hati. Suasana yang tenang serta ekspresi anak perempuan tersebut saat menceritakan apa yang pernah dialaminya akan membuat kalian menghela napas panjang. Sederhana dan sangat mengena. Adegan awal ini saya nilai cukup berhasil membangun atmosfir cerita secara keseluruhan. Semacam peringatan bahwa film yang akan kalian lihat bakal penuh berisi dengan hal-hal getir yang mengejutkan sekaligus menyedihkan.
Semua kasus yang ditampilkan di film ini didasarkan pada kasus nyata yang benar-benar pernah terjadi. Meski demikian, film ini tidak berfokus pada kasus tertentu saja, melainkan lebih ke pada bagaimana anggota divisi tersebut menghadapi pekerjaan mereka serta efek pekerjaan terhadap kehidupan pribadi dan kondisi psikologis mereka.
Fokus cerita lainnya adalah tentang Melissa, sang jurnalis wanita yang mulai menyimpan perasaan pada salah satu anggota divisi. Keterlibatan Melissa dalam divisi tersebut, mau tak mau mulai mempengaruhi objektivitasnya sebagai 'pihak luar'. Tentu saja. Siapa yang tak akan terlibat emosinya jika setiap hari harus berhadapan dengan anak-anak korban pelecehan seksual? Ketika Melissa mulai melibatkan perasaan dalam tugasnya, hal itu tentu merupakan sesuatu yang cukup wajar, meskipun seharusnya, idealnya, hal tersebut tidak semestinya terjadi.
Bahkan anggota divisi yang sudah demikian terlatih, pada satu titik bisa menjadi meledak ketika dihadapkan dengan pilihan antara 'yang seharusnya dilakukan' dan 'yang bisa dan boleh dilakukan'. Dalam bidang profesi seperti ini, terlalu melibatkan perasaan serta emosi bukanlah hal yang baik bagi profesionalisme. Ada aturan yang tetap harus diikuti meski terkadang hati berteriak bahwa 'ini tidak benar!'. Hal ini tergambarkan dengan cukup baik pada beberapa bagian cerita. 
Polisse ditampilkan dengan menggunakan gaya dokumenter yang mana sangat efektif dalam memupuk rasa perih yang ditebarkan di berbagai penggalan cerita melalui kesan nyata yang ditimbulkan. Film ini seperti Short Term 12, hanya dengan kadar getir yang mungkin lebih tinggi. Adegan penutup pun sangat dramatis dan mampu membuat napas saya tercekat. Beberapa bagian cerita mungkin bisa membuat kalian geram. Film yang sangat sayang untuk dilewatkan begitu saja. Kalian bisa mendapatkan filmnya di sini.  
    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar